“Kenapa
ya dia susah-susah mau ngurus anak-anak jalanan itu?”
“Apa sih
enaknya mereka jadi pendamping anak-anak gitu? ‘Kan nggak ada bayarannya?”
“Gimana
ya cara meraka bertahan hidup atau dapet uang kalo tiap hari mereka ngurusin
anak-anak asuhnya”
Apakah ketiga pertanyaan itu pernah terlintas di
pikiran kita? Atau apakah kita pernah mendengar orang lain mempertanyakan hal
itu? Ya, ketiga pertanyaan tersebut mungkin akan menjadi pertanyaan standart
yang terlontar ketika melihat beberapa relawan atau pekerja sosial yang begitu
giat membantu masyarakat. Bukan hanya masyarakat, tetapi bisa juga aspek sosial
lain yang memerlukan uluran tangan seperti anak-anak jalanan, korban kekerasan,
dan korban perdagangan manusia.
Bintang Ramadhan yang akrab dipanggil Om Dodon,
koordinator divisi kesehatan di Yayasan Embun Surabaya menuturkan bahwa
keberadaan para relawan yang menjadi pendamping ibarat gombal yang bagi
sebagian orang memang tidak bernilai. Namun, bagi sebagian orang lain, justru
sangat bernilai karena bisa digunakan untuk membersihkan banyak hal.
Orang-orang yang mau mendedikasikan dirinya demi urusan sosial dan kemanusiaan
ini pun demikian. Walaupun mereka tidak mendapatkan keuntungan, terutama
keuntungan materi, atau justru malah mengorbankan banyak hal, mereka tetap
melakukan kegiatan sosial dan kemanusiaan demi menjaga masa depan anak asuhnya
. Jika tidak ada orang seperti mereka, banyak anak yang memiliki masalah sosial
yang terlantar dan tidak terurus.
Berbicara tentang perumpamaan gombal, Om Dodon
menuturkan lebih rinci tentang filosofi dari perumpamaannya tersebut dalam akun
instagramnya @donbintang:
“Gombal....
Entah itu gombal mukiyo, gombal mukidi, wes gombal apapun yaa tetep gombal bin lap lap-an...beda arti lagi dengan gombalan mukiyo,gombalan mukidi yang lebih berarti rayuan. Ntah itu rayuan asli atau rayuan modus. Lha masalahnya ini hanya gombal tanpa akhiran.... Kalau arti gombal yang tanpa akhiran itu ya kain yang lusuh, lecek, kotor. Tapi kalau ditelisik lebih jauh lagi kasihan nih si gombal, dia rela berkotor2 ria demi kebersihan yang menciptakan sesuatu yang indah, sehat atau apapun yg berkonotasi positif pada suatu benda. Lhaa gombal sendiri,adalah suatu kain atau benda yang rela berkorban bahkan sampai dia rela kalau bahasa ngetrend sekarang di stigma negatif...diumbah sampai resik, dijemur wes garing dientas lha yo koq pancet sek didadikno gombal....oalah mbal gombal...nasibmu seng tanpa akhiran....dan gak tau sampai kapan berakhir jadi gombal....”
Entah itu gombal mukiyo, gombal mukidi, wes gombal apapun yaa tetep gombal bin lap lap-an...beda arti lagi dengan gombalan mukiyo,gombalan mukidi yang lebih berarti rayuan. Ntah itu rayuan asli atau rayuan modus. Lha masalahnya ini hanya gombal tanpa akhiran.... Kalau arti gombal yang tanpa akhiran itu ya kain yang lusuh, lecek, kotor. Tapi kalau ditelisik lebih jauh lagi kasihan nih si gombal, dia rela berkotor2 ria demi kebersihan yang menciptakan sesuatu yang indah, sehat atau apapun yg berkonotasi positif pada suatu benda. Lhaa gombal sendiri,adalah suatu kain atau benda yang rela berkorban bahkan sampai dia rela kalau bahasa ngetrend sekarang di stigma negatif...diumbah sampai resik, dijemur wes garing dientas lha yo koq pancet sek didadikno gombal....oalah mbal gombal...nasibmu seng tanpa akhiran....dan gak tau sampai kapan berakhir jadi gombal....”
Lalu, mengapa mereka pada akhirnya memutuskan
untuk menjadi pendamping? Ada banyak faktor yang menjadi pertimbangan bagi
mereka tentunya. Namun, di atas semua faktor itu, para pendamping ini bisa
dipastikan memiliki karakter altruistik dalam dirinya. Altruistik adalah salah
satu perilaku pro sosial. Pada beberapa sumber disebutkan
bahwa pendamping-pendamping ini rela menjadi pendamping karena didasari oleh
rasa ikhlas untuk menolong sesama, mereka merasakan kebahagiaan dengan
melakukan kegiatan tersebut. Mereka juga tidak mengharapkan imbalan atau pujian
dari orang lain untuk pekerjaan yang dilakukan ini.
Altruisme yaitu memperhatikan kesejahteraan orang lain tanpa
memperhatikan kesejahteraan sendiri, altruisme merupakan kebalikan dari sifat
egois atau mementingkan diri sendiri. Altruisme adalah bagian dari perilaku
prososial dengan alasan kesejahteraan orang lain serta tanpa ada kesadaran akan
timbal balik atau imbalan. Altruisme
merupakan hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan diri sendiri
(Myers, dalam Sarwono, 2002). Dalam tradisi kristiani dan yahudi, tindakan
kerelawanan mengacu pada melakukan perbuatan baik (Unger, 1990). Relawan atau
dalam Bahasa Inggris disebut sebagai volunteer adalah seseorang yang
melakukan perbuatan kerelawanan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, relawan
atau sukarelawan dijelaskan sebagai orang yang melakukan sesuatu dengan
sukarela, tidak karena diwajibkan atau dipaksakan. Relawan adalah seseorang
yang tanpa dibayar, ia rela rela menyediakan waktunya untuk mencapai tujuan
organisasi, dengan tanggung jawab yang besar atau terbatas, tanpa atau sedikit
latihan khusus namun dapat juga dengan latihan intensif dalam suatu bidang
tertentu untuk bekerja secara sukarela dalam membantu tenaga professional
(Laila & Asmarany, 2015).
Jadi, menurut pembaca, apakah pekerja sosial masih
ibarat gombal?
-Yunisa Sholikhati
Daftar Pustaka:
Laila, Khoirun Nisfil.,
& Anugriaty Indah Asmarany. (2015). Altruisme pada Relawan Perempuan yang
Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus di Yayasan Anak Jalanan Bina Insan Mandiri.
Jurnal Psikologi Vol. 8 No. 1 Bulan Juni.
Sarwono, S. W. (2002).
Psikologi Sosial: Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai
Pustaka
Unger, Lynette S.
(1990). Altruism as a Motivation to Volunteer. Journal of Economics Psychology
12, 71-100